Kota Magelang, 16 Juli 2025 – Malam di Museum BPK RI terasa berbeda, ratusan pasang mata dan telinga khidmat dalam acara “Bicara Sastra, Bicara Kita”. Acara ini menjadi wadah peluncuran dua buku karya maestro sastra, yaitu Peron karya Nindito dan Setiap biografi adalah aku karya Damtoz Andreas.
Diselenggarakan di area Open Stage Museum BPK RI, kegiatan ini dihadiri lebih dari 300 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, guru, pegiat literasi, Forum Komunikasi Sahabat Museum BPK RI (FKSM) hingga masyarakat umum. Acara dimulai pukul 19.00 WIB dan dipandu oleh Danu Sang Bintang sebagai pembawa acara.
Dalam sambutannya, Kepala Museum BPK RI, Sutriono, menyampaikan harapannya agar museum menjadi ruang publik yang terbuka untuk kolaborasi. “Kami sangat terbuka dengan komunitas-komunitas dan masyarakat sekitar untuk menjadikan museum sebagai ruang publik dan ruang diskusi. Kami mohon dukungan juga dari teman-teman komunitas untuk bisa berkolaborasi dengan kami, mengadakan kegiatan positif yang sesuai dengan visi dan misi museum,” ujarnya.
Peluncuran buku yang ditandai dengan penyerahan simbolik dari penerbit kepada keluarga penulis, Kepala Museum, dan para pembedah. Sesi bedah buku menghadirkan dua nama besar dunia sastra, Sosiawan Leak dari Solo dan Joni Ariadinata dari Yogyakarta. Keduanya mengupas secara kritis dan menarik isi buku, nilai-nilai sastra, dan konteks sosial budaya yang melatarbelakangi kedua karya.
Kumpulan drama Peron menghadirkan potret kehidupan yang intens dan sarat akan simbol. Sedangkan Setiap Biografi adalah Aku memuat puisi-puisi reflektif tentang identitas, sejarah personal, dan pergolakan batin.
Kegiatan ini juga mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak. Theresia Dyah Woro, pengelola Museum Tosan Aji Purworejo, mengatakan bahwa acara pada malam hari ini sangat menginspirasinya. “Ini salah satu strategi yang luar bisa untuk memperkenalkan museum. Kegiatan ini bisa kita contoh sebagai strategi promosi dengan sistem yang baru dan diminati oleh masyarakat.”
Malam itu, Museum BPK RI tidak hanya menjadi saksi sejarah bagaimana harta negara dikawal, tapi juga ruang berkumpulnya publik untuk menghidupkan ide, sastra, dan semangat kebersamaan.